Adanya
keterbatasan undang-undang yang dibuat sehingga hanya efektif sebagian karna
kurang kuatnya hukum terhadap instansi pemerintah,korporasi dan sebagainya.Hal
ini bisa saja digunakan dalam hal penyalahgunaan serta penyimpangan hal – hal yang
telah di atur dalam UU dalam UU Telekomunikasi.
UU Telekomunikasi yang dibentuk sebelum lahirnya KPK,
misalnya, belum mengakomodir keberadaan lembaga pimpinan Tumpak Hatorangan
Panggabean ini. Atau prosedur penyadapan yang diatur dalam UU Narkotika berbeda
dengan prosedur yang selama ini digunakan KPK. Akibatnya, tindakan penyadapan
oleh penegak hukum berjalan sporadis.
UU
No. 36/1999 tentang Telekomunikasi mengancam pidana terhadap perbuatan :
1.
memanipulasi
akses ke jaringan telekomunikasi
2.
menimbulkan
gangguan fisik dan eletromagnetik terhadap penyelenggaraan telekomunikasi
“semua tindak pidana dalam uu no.36 tahun 1999 dinyatakan
sebagai tindakan kejahatan” Didalam bab vii (ketentuan pidana)sama sekali tidak
ada ketentuan tentang pertanggungjawaban terhadap korporasi padahal :“Penyelenggara
Telekomunikasi” dapat berupa koperasi,BUMN, badan usaha swasta dan instansi
pemerintah
Menghadapi kondisi demikian seyogyanya ada keberanian dan
inovasi dari penegak hukum untuk mengefektifkan peraturan yang ada dengan
melakukan interpretasi atau kontruksi hukum yang bersumber pada teori atau ilmu
hukum,pendapat ahli,jurisprudensi,atau bersumber dari ide-ide dasar yang secara
konseptual dapat dipertanggungjawabkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar